Kamis, 03 Maret 2011

PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT (3)

by : Agus mustofa


~ MEMENTINGKAN AKHIRAT TIDAK AKAN KEHILANGAN DUNIA ~

’Kebetulan’ hari ini saya membaca tulisan opini di koran Jawa Pos, yang membahas tentang ’penting mana dunia dan akhirat’. Tulisan berjudul ’Amal Dunia dan Amal Ukhrawi’ itu ditulis oleh Salahudin Wahid, salah seorang pemikir Islam yang kebetulan adik Gus Dur. Ia mencoba mengritisi tulisan sebelumnya di koran yang sama, yang diwacanakan oleh budayawan nasional yang sekaligus pemikir Islam lainya, Gus Mus.

Beberapa hari yang lalu, Gus Mus menulis wacana, yang intinya kurang lebih mengatakan adanya penyimpangan mindset dalam diri bangsa ini. Kenapa korupsi merajalela dimana-mana, kenapa perselingkuhan menjadi hal yang biasa, kenapa rebutan kekuasaan menjadi berita sehari-hari, dan kenapa berbagai tindak kejahatan semakin hari semakin lazim terjadi? Gus Mus berpendapat: karena sebagian besar kita salah menata mindset alias cara berpikir. Kita tidak lagi memandang akhirat sebagai tujuan hidup utama, melainkan terjebak dengan mematok ’kesenangan’ dunia belaka.

Lantas, Salahudin Wahid memberikan tanggapan dengan cara yang berbeda. Meskipun, menurut saya tidak frontal berseberangan. Bahwa, semua kejahatan itu terjadi, karena kebanyakan kita terjebak pada godaan 3 Ta ~ harTa, tahTa dan waniTa. Sehingga muncul berbagai kejahatan yang merusak. Karena itu, negara dan bangsa ini harus memiliki sistem manajemen kemasyarakatan yang kuat untuk mengendalikan euforia keduniawiaan. Diantaranya, penegakan hukum yang bersih dan berwibawa. Tapi sayangnya, katanya, para penegak hukum sendiri pun ternyata terjebak pada 3 Ta, sehingga karut marutlah yang terjadi di sekitar kita... :(

Saya tidak ingin membahas lebih lanjut wacana kedua tokoh pemikir Islam itu disini. Saya cuma ingin menunjukkan adanya ’kebetulan’, bahwa ternyata ada kesamaan ’keprihatinan’ yang muncul dalam benak kita. Sebuah keprihatinan yang juga disuarakan oleh al Qur’an. Bahwa, kebanyakan manusia terjebak ke dalam euforia kesenangan dunia, ketika mindset tidak ditata secara benar dalam menyikapinya.

QS. Al An’aam (6): 70
... mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah (mereka) dengan Al Qur'an agar masing-masing diri tidak terjerumus ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri...

Kalau Anda membaca al Qur’an lebih jauh, Anda akan mendapati begitu banyaknya ayat-ayat yang menyuarakan keprihatinan seperti ini, dan kemudian mengingatkan kita. Sebuah ’kekhawatiran’ yang sebenarnya tidak berlebih-lebihan, karena sudah demikian banyak bukti yang terjadi. Lupa akhirat, karena disibukkan oleh urusan dunia. Dan akhirnya lupa diri, tiba-tiba kematian sudah di depan mata.

QS. At Takatsur (102): 1-2
Bermegah-megahan (dengan dunia) telah melalaikan kamu, sampai kamu (menjelang) masuk kubur...

Kalau kita mau jernih memandang persoalan ini, sebenarnya apa yang diajarkan oleh al Qur’an sangatlah logis dan rasional. Allah sama sekali tidak menyuruh kita mengejar akhirat dengan cara meninggalkan dunia. Oh, bukan begitu kan ajarannya? Yang diajarkan Allah kepada kita cuma: ’’carilah kebahagiaan AKHIRAT, dan jangan LUPAKAN dunia..!’’

QS. Al Qashash (28): 77
Dan carilah pada segala anugerah yang telah diberikan Allah kepadamu (orientasi) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan duniamu dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu...

Inilah visi menejemen kehidupan yang sempurna..! Menempatkan akhirat secara proporsional sebagai tujuan, dan menjadikan dunia secara proporsional sebagai ’jalan’. Dari segi urutan waktu, akhirat memang berada setelah dunia. Karena itu, ia layak dijadikan TUJUAN. Sedangkan dunia hanyalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan. Karena itu, jangan sampai terjebak di jalanan, bisa-bisa tidak sampai ke tujuan. Lha wong, dari Surabaya mau ke Jakarta, kok leyeh-leyeh di Semarang terlalu lama. Tentu saja, sampai waktunya habis, ia tidak akan sampai di Jakarta... :(

Sebagian kawan begitu khawatirnya kehilangan dunia. Sehingga ketika ditanya: penting mana dunia dan akhirat? Ragu-ragu untuk menjawab: Akhirat. Sebagian lagi, juga ragu-ragu, karena khawatir kalau menjawab ’akhirat’, jangan-jangan akan membuatnya ’lupa dunia’. Padahal itu tidak mungkin.

Kita tidak akan kehilangan dunia, gara-gara menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup. Lha wong untuk memeroleh kebahagiaan akhirat itu kita harus memeroleh dunia dulu. Dunia adalah modal untuk menggapai akhirat. Tapi tidak selalu bersifat material. Karena itu perhatikanlah ayat di atas, bahwa untuk mencari kebahagiaan akhirat kita justru harus memanfaatkan segala anugerah Allah di dunia ini: ’’Dan carilah pada segala anugerah yang telah diberikan Allah kepadamu (orientasi) negeri akhirat...’’

Kita dianugerahi rezeki, maka dengan rezeki itulah kita mencari kebahagiaan akhirat, banyak-banyak beramal jariyah. Kita dianugerahi ilmu, maka dengan ilmu itulah kita mencari orientasi akhirat dengan menebarkan manfaat. Kita dianugerahi kekuasaan, maka dengan kekuasaan itu pula kita mencari nilai-nilai yang mengantarkan hidup kita jadi berkualitas akhirat. Segala anugerah itu memang terkait dengan kerja keras kita, tetapi jangan sampai terjebak pada orientasi dunia yang bersifat jangka pendek belaka.

Orang-orang yang bekerja keras sambil mengorientasikan hidupnya untuk negeri Akhirat, akan dimuliakan Allah di dunia dengan banyak anugerah. Dia banyak menolong orang lain dengan rezekinya, maka Allah akan menambahkan barokah pada rezekinya. Dia banyak memintarkan orang lain dengan ilmunya, maka Allah akan menambahkan limpahan ilmu kepadanya. Dia banyak memberikan kemaslahatan dengan kekuasaannya, maka Allah akan menjadikan ’kerajaan’ yang besar dan mulia kepadanya di dunia dan di akhirat..!

Sebaliknya, kalau mindset kita sudah mengatakan ’penting dunia’, maka segala kerja keras kita akan menghabiskan energi hanya untuk mencari kesenangan dunia sebanyak-banyaknya. Sampai tiba-tiba kita menjadi lupa orientasi akhirat. Contohnya sudah bejibun banyaknya. Bahkan dalam skala tertentu, juga sudah terjadi pada diri kita..!

Cobalah bertanya kepada diri sendiri: berapa banyak energi yang Anda keluarkan setiap hari untuk berusaha menggapai akhirat? Sebutlah jumlah waktu saja. Misalnya, dalam 24 jam sehari semalam, berapa jamkah Anda mengalokasikan waktu Anda untuk akhirat?

Tidur yang sekitar 8 jam itu, apakah sudah berorientasi akhirat? Bekerja mencari rezeki, yang minimal sekitar 8 jam itu, apakah juga sudah berorientasi akhirat? Makan, yang kadang-kadang juga berjam-jam sambil wisata kuliner itu, apakah sudah berorientasi akhirat? Berumah tangga, bermasyarakat, berpolitik, belajar dan mengajar, dan apa saja yang kita lakukan, apakah sudah berorientasi akhirat?

Jangan-jangan 24 jam waktu kita, tenyata baru berorientasi dunia. Lupa akhirat. Tidurnya, ingin bernikmat-nikmat sampai lupa segala. Bekerjanya karena ingin menumpuk harta benda, seakan-akan itu akan memberikan kebahagiaan yang tiada batasnya. Berumah tangganya, hanya karena orientasi fisikal belaka, belajar mengajarnya hanya untuk berbangga-bangga, dan semua aktifitasnya berorientasi jangka pendek semua. Oh, betapa sayangnya..!

Padahal dengan aktifitas yang sama, kita bisa memeroleh nilai akhirat tanpa harus kehilangan nikmatnya dunia. Tidur, kita niatkan sebagai ibadah agar badan kita istirahat secukupnya, sehingga setelahnya bisa beraktifitas kembali untuk memberikan manfaat. Makan, kita niatkan ibadah agar tubuh memperoleh gizi secukupnya dan kuat bekerja, bukan untuk hura-hura sampai lupa segala. Bekerja, kita niatkan ibadah untuk memperoleh rezeki bagi keluarga dan siapa saja yang menjadi tanggungan kita. Bertemu sahabat kita niatkan ibadah, berdiskusi, belajar dan mengajar, berpolitik, berbudaya, dan apa saja aktifitas kita dalam hidup ini kita niatkan sebagai ibadah untuk mencari jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Yang ada dalam benak kita bukanlah dunia, melainkan AKHIRAT, akhirat, dan akhirat..!

Jika tidak, maka kata Allah, jangan menyesal kalau tiba-tiba usia kita sudah habis. Dan tidak menemukan apa-apa di dunia ini meskipun sudah behasil mengumpulkan segala fasilitasnya. Celakanya, kita lantas masuk liang kubur meninggalkan semuanya. Dan di fase kehidupan berikutnya, kita tidak memiliki ’tabungan akhirat’, yang layak kita jadikan bekal dalam kehidupan yang sepenuhnya masih belum kita mengerti.

Persis penyesalan orang yang diceritakan oleh ayat berikut ini. Yakni, ketika dia meminta kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia, setelah dia berada di alam barzakh..! Sebuah penyesalan yang terlambat datang, karena ia tidak mungkin hidup kembali untuk memperbaiki kesalahannya.

QS. Mukminuun (23): 99-100
(Demikianlah keadaannya), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku beramal kebajikan terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak (bisa). Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.

Dan lebih celaka lagi, ketika kelak datang hari pengadilan. Allah ’melupakan’ mereka, dikarenakan dia juga melupakan Allah selama aktifitasnya di dunia. Hidupnya bukan diorientasikan kepada kehidupan akhirat, melainkan terjebak pada euforia dunia yang semu dan menipu. Bukan karena Allah tidak sayang kepada kita, tetapi justru kitalah yang tidak sayang kepada diri sendiri..!

QS. Al A’raaf (7): 51
... kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (karena) mereka tidak mengikuti (petunjuk) ayat-ayat Kami...


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar