Kamis, 03 Maret 2011

PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT (2)

  by : Agus Mustofa

                 ~ KITA SUDAH BERADA DI DALAM AKHIRAT ~


Dimanakah kita sekarang berada? Di dunia ataukah di akhirat? Tentu saja di DUNIA. Lantas, dimanakah akhirat? Alam akhirat sudah MELIPUTI dunia ini. Hahh, berarti dunia ini di dalam akhirat? Begitulah agaknya..!

Akhirat dan dunia memang telah diciptakan Allah satu paket, secara bersamaan. Ada tujuh lapisan langit yang diciptakan Allah. Langit paling rendah adalah DUNIA, sedangkan langit paling tinggi adalah AKHIRAT. Semuanya sekarang sudah ada, dengan struktur: langit yang lebih rendah diliputi oleh langit yang lebih tinggi. Bagaimana ceritanya, kok bisa muncul kesimpulan demikian? Marilah kita pahami beberapa alasan berikut ini:

1. Allah menyebutkan di dalam al Qur’an bahwa langit diciptakan bertingkat dan berlapis-lapis sejak semula.
QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang...

2. Langit adalah ruang angkasa yang ada ’diatas’ Bumi. Karena planet Bumi berbentuk bola, maka langit yang ada ’diatasnya’ pun jadi berbentuk bola. Yakni, seluruh ruang alam semesta yang meliputi bumi. Sehingga kalau ada tujuh langit bertingkat, berarti secara sederhana kita bisa membayangkan struktur langit itu mirip sebuah bola di dalam bola yang lebih besar di dalam bola yang lebih besar lagi sampai tujuh kali. Memang, ini hanya sebuah simplifikasi alias penyederhanaan saja dari struktur langit. Pembahasan lebih detil, secara teori dimensi, bisa Anda baca di dalam buku serial ke-3: ’Terpesona di Sidratul Muntaha’.
3. Langit dunia, kata al Qur’an, adalah seluruh ruangan yang berisi bintang-bintang. Dengan kata lain, sejauh ruangan angkasa itu masih terisi bintang, maka ia masih disebut sebagai langit dunia. Selebihnya, lapisan-lapisan langit yang lebih tinggi sudah tidak berisi benda-benda angkasa sebagaimana yang kita pahami dengan mata awam ini. Sudah berbeda dimensi.
QS. Ash Shaaffaat (37): 6
Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.

4. Setiap lapisan langit memiliki dimensi yang berbeda. Semakin keatas, semakin tinggi dimensinya. Dan dari setiap langit yang dimensinya berbeda itu, isi alam semesta akan kelihatan berbeda. Hal itu diceritakan Allah di dalam al Qur’an, bahwa karena langit ini berlapis tujuh, maka bumi yang kita tempati ini pun menjadi seperti ada tujuh ’penampakan’. Bukan planet buminya yang berjumlah tujuh, melainkan  sudut pandangnya yang tujuh.
Bumi dilihat dari langit pertama berbeda dengan dilihat dari langit kedua. Berbeda pula dilihat dari langit ketiga, dan seterusnya. Sampai langit ketujuh. Karena itu, dalam ayat berikut ini, meskipun Allah menggunakan kata jamak untuk langit ~ samawati ~ tetapi tetap menggunakan kata tunggal untuk bumi, ardhi. Ini menunjukkan bahwa jumlah Bumi di alam semesta ini memang hanya satu. Sekaligus, ini mematahkan pendapat tentang keberadaan bumi lain selain yang kita tempati.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (samawati) dan seperti itu pula bumi (ardhi). Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

5. Alam akhirat ternyata sudah ada, yakni di puncak langit yang dinamakan Sidratul Muntaha. Itulah lapisan langit yang tertinggi, yang ketujuh. Rasulullah sudah sampai disana, dan melihat surga sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut ini.
QS. An Najm (53): 14-15
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal...

Di ayat lain, Allah juga menceritakan bahwa besarnya surga adalah seluas langit dan bumi. Langit dan bumi yang mana? Tentu saja yang tujuh lapis, karena alam akhirat memang terletak di langit yang tertinggi yang meliputi seluruh langit lainnya. Sehingga, dalam ayat berikut ini Allah menggunakan istilah samawatu (jamak) bukan sama’u (tunggal) dalam menyebut langit.

QS. Ali Imran (3): 133
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit (samawatu) dan bumi (ardhu) yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.

6. Maka, secara umum bisa disimpulkan bahwa langit berlapis tujuh itu terdiri dari langit dunia di bagian yang paling kecil, dan langit akhirat di bagian yang paling besar. Dengan kata lain, ’dunia’ ini berada di dalam ’akhirat’. Alias, dunia ini adalah ’bagian’ dari akhirat. Alam semesta sebenarnya adalah satu paket, terdiri dari dunia s/d akhirat, dalam bentuk alam paralel yang berjenjang semakin luas.
7. Jadi, secara ruangan, alam akhirat sudah ada bersamaan dengan alam dunia. Akan tetapi secara waktu, akhirat baru ditampakkan kelak saat alam semesta mengalami kiamat pertama. Atau yang kita kenal sebagai kiamat sughra, kiamat kecil. Yakni seiring dengan mengerutnya alam semesta.
QS. Qaaf (50): 22
... maka Kami singkapkan darimu tabir (yang menutupi) pandanganmu, maka penglihatanmu pada hari itu (kiamat) amatlah tajam.

QS. Ath Taariq (86): 9
Pada hari ditampakkan segala rahasia

QS. Az Zumar (39): 69
Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya Tuhannya; dan diberikanlah buku (catatan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.

8. Ada yang mempertanyakan: kenapa saya berpendapat alam semesta bakal mengerut dan hancur di tempat penciptaannya semula? Padahal ada kemungkinan lain, misalnya alam semesta ini mengembang terus sehingga mendingin dan lenyap atau musnah karenanya.
Jika kita mengkaji teori Big Bang, maka akan kita dapati bahwa alam semesta ini terbentuk dari lontaran material dan energi dari pusat alam semesta, sekitar 14 miliar tahun yang lalu. Untuk memahami perilaku benda langit yang terlontar dalam ledakan besar itu, kita bisa menganalogikan dengan batu yang dilemparkan ke angkasa. Jika Anda melempar sebuah batu ke angkasa, akan ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi pada batu itu.

Yang pertama, jika tenaga lemparannya sangat kuat sehingga mengalahkan gaya gravitasi bumi, batu tersebut bakal lepas dari bumi dan lenyap ke luar angkasa. Yang kedua, jika kekuatan lemparannya seimbang dengan gaya gravitasi bumi, maka batu tersebut akan berhenti di suatu ketinggian di angkasa sana. Tidak lenyap ke langit, dan tidak jatuh ke bumi. Yang ketiga, jika gaya lempar batu itu lebih kecil dibandingkan dengan gravitasi bumi. Maka, batu yang dilemparkan ke angkasa itu akan melambat, kemudian berhenti di angkasa, lantas bergerak jatuh lagi ke permukaan bumi.

Nah, saya memang memilih kemungkinan yang ketiga. Kenapa? Ada dua alasannya. Yang pertama, secara ilmiah kini semakin banyak ditemukan dark matter di kedalaman alam semesta. Diketemukannya materi gelap ini, akan membawa konsekuensi semakin besarnya ’bobot materi’ yang ada di pusat alam semesta. Yang suatu ketika, bakal menunjukkan fakta bahwa jumlah materi alam semesta itu ternyata menghasilkan gaya gravitasi yang sedikit lebih besar dari gaya ledakan saat pertama kali.

Ibarat sebuah balon udara yang sedang ditiup, maka kekuatan mengembang alam semesta ini suatu saat akan berhenti, dan kemudian kempis lagi. Atau dalam analogi batu yang terlempar diatas, bebatuan yang terlontar ke segala penjuru alam semesta itu akan melambat, berhenti, dan kemudian jatuh lagi ke pusat alam semesta.

Alasan yang kedua, saya dapatkan dari dalam al Qur’an. Ternyata Allah mengatakan bahwa langit yang sedang mengembang ini tidak akan lenyap tanpa batas, melainkan bakal mengerut kembali. Digulung seperti lembaran-lembaran kertas, kembali ke posisi semula dimana ia pernah digelar saat penciptaan.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit (samawati) dan bumi supaya tidak lenyap; dan sungguh jika keduanya lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

QS. Al Anbiyaa’ (21): 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama kali, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.

9. Kalau begitu, apakah alam semesta tidak bertambah sempit karenanya? Sehingga surga dan neraka pun menjadi sempit pula? Memang iya, tetapi penyempitan alam semesta dimana surga dan neraka ada di dalamnya itu tidak akan terasa, dikarenakan proses transient saat keruntuhannya, sebagaimana pula saat penciptaannya.
Ada baiknya kita melihat analogi berikut ini. Ada dua batang besi magnet yang secara perlahan-lahan didekatkan pada kutub-kutub yang tidak senama, sehingga muncul gaya tarik menarik. Maka, secara perlahan-lahan kedua besi tersebut akan mendekat karena gaya tarik yang relatif masih linear. Tetapi, pada jarak tertentu yang sudah cukup dekat, kedua batang besi magnet itu tiba-tiba melekat dengan kecepatan berlipat kali, sehingga mengagetkan kita sendiri: blaakk..! Inilah yang disebut sebagai transient.

Saat pertama kali alam diciptakan oleh Allah, ledakannya akan terjadi secara transient, yakni mengembang dengan cepat akibat gaya lontar yang luar biasa besarnya. Itu terjadi hanya dalam orde detik atau menit saja. Setelah itu, alam semesta akan mengembang relatif lebih linear dan ’perlahan-lahan’. Sehingga bermiliar-miliar tahun pun rasanya alam semesta ini ya begini-gini saja. Seperti tidak ada perubahan.

Sebaliknya, pada saat mengerut kelak, alam semesta juga akan mengecil secara ’relatif linear’ dalam jangka waktu yang sangat lama, milyaran tahun. Dan bakal mengalami transient saat kehancurannya. Hanya dalam orde detik atau menit saja: runtuh dan lenyap dengan cepat..! Mirip dengan dua batang magnet yang melekat secara cepat ketika dalam posisi dekat. Itulah saat berakhirnya alam semesta menuju pada ketiadaan.

Maka, apakah kesimpulan yang bisa kita peroleh dari paparan yang serba singkat ini? Saya cuma ingin mengatakan, bahwa kehidupan kita di dunia ini sebenarnya sudah sekaligus berada di akhirat..!

Dengan demikian, seluruh perbuatan kita yang bersifat ’duniawi’, sesungguhnya pula sudah bersifat ukhrawi alias keakhiratan. Setiap amalan yang kita kerjakan, telah berdampak secara paralel, di alam dunia dan alam akhirat. Berbuat baik, tercatat di dunia dan akhirat. Berbuat jahat, juga berdampak langsung pada dunia dan akhirat.

Bedanya, yang dunia akan menghasilkan balasan sekarang di dunia. Sedangkan yang akhirat menghasilkan balasan tertunda setelah hari kiamat. Karena itu berhati-hatilah...!

QS. Al Baqarah (2): 281
Dan peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dirugikan.


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar