Minggu, 06 Maret 2011

"MENGHARAPKAN RIDHO ALLAH UTK MENDAPATKAN ILMU IKHLAS"

 
" ILMU IKHLAS"


Banyak yang telah mengatakan, Bahwa Banyak Orang mencarinya, Dari Niniak ku, Datuk ku, Ayah Dan Ibu ku, Guru"ku, Ust" ku, Dll... aku juga  mencarinya, aku mempelajarinya,dan Coba Memahaminya adakah (IKHLAS) dalam HATI KU, aku merasa ada yang Hampa dalam gelap Relunghatiku, yang selalu bergeming menerima kedatangannya, Nur IKHLAS, sulit sekali memahamiMu,
Ya ALLAH Berikanlah aku kemampuan menerimanya ya Rabb, agar aku bisa mencicipi titipapanMU, jadi penerang jiwaku, untuk meniti jalan kehidupan ini, menuju Rahmat dan ridho MU.
"IKHLAS ialah RAHASIA di antara rahasia-rahasia ALLAH yg DItitipkan di hati hamba"nya yg dicintai."
ilmu ikhlas subhnallah... " Termasuk di dalam nya yang selalu kita Ucapkan dalam Sholat:
sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk allah, tuhan semesta alam"

     Ikhlas adalah sebuah energi Illahi/Nur Illahi yang mempunyai peran sangat besar dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, Ikhlas Juga merupakan sumber dari seluruh energi yang ada di alam semesta ini dengan intinya adalah manusia itu sendiri. Makanya ikhlas ini sangat subjektif adanya, dan begitu banyak yang mendefinisikan tentang ikhlas ini.
Meski makna dan tujuannya adalah sama yakni bagaimana kita melakukan penyerahan diri secara totalitas kepada Allah, Namun sebagai wujud nyatanya dalam kehidupan sehari-hari begitu sulit untuk mengaplikasikannya,
Maka dari itu begitu sulitnya, sudah menjadi bukan rahasia umum lagi bagi yang mendalami pemahaman tasawuf, ikhlas adalah merupakan ilmu yang tertinggi di alam semesta ini.

      Pada Dimensi Berikutnya memaknai sebuah keikhlasan ini adalah bagaimana diri kita selalu dikondisikan dalam keadaan hampa/kosong atau nol, baik itu dengan sholat maupun zikir. Dengan begitu kita selalu bersih suci, tanpa noda, sekali ada noda terbersihkan dengan ikhlas ini. Banyak jalan menuju ikhlas. Diantaranya dengan sholat juga zikir ataupun tadarrus Al-quran. Namun ini masih baru jalan menuju proses,belum pada prosesnya itu sendiri dan eksistensinya sendiri kita serahkan diri kita secara total hanya kepada Allah, lalu kemudian kita tutup dengan zikir yg khusyuk mungkin, Yang ada hanya kepasrahan. Ketenangan dan kedamaian yang laur biasa. Semuanya menuju ke satu asma'yakni ikhlas. Walapun demikian untuk melaksanakan Ibadah tersebut terkadang sangat sulit dan terasa berat untuk melakukannya. Padahal disinilah sebuah titik awal dari sebuah proses keikhlasan itu yang ingin dicapai banyak orang.

      Sedikit Kesimpulan saya Pada tulisan yang belum ada  apa"nya ini... bahwa Ilmu Ikhlas itu Adalah Proses Bagaimana Kita Bisa lebih Mengenal ALLAH...dengan Mengenal Ajaran Yang Allah Tuangkan Dalam Al-Quran dan Sunah, semua itu butuh proses dan tahapan untuk bisa mencapai ke Arah Sana, dibalik itu semua tiada manusia yang mampu Merasa Ikhlas Tanpa Allah titipkan Rasa Ikhlas itu di hatinya/Qolbu, namun sesungguhnya Ikhlas bagi saya sendiri itu bukanlah Ilmu Yang tertinggi, Menurut beberapa Pendapat Orang lain, Melainkan Ikhlas Itu Adalah Pemberian Alllah kepada Hamba2 nya Yang sesungguhnya telah bertaqwa, IKHLAS ialah RAHASIA di antara rahasia-rahasia di Balik Rahasia ALLAH yg DItitipkan di hati hamba"nya yg BerTaqwa"

Sabtu, 05 Maret 2011

PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT (4)

  by : Agus Mustofa

                                

                 ~ PERBUATAN KITA ’MEMBEKAS’ DI ALAM ~

Ada yang bilang, bahwa alam semesta ini bagaikan sebuah kanvas. Setiap hari, kita sedang melukisi kanvas itu dengan perbuatan-perbuatan kita. Dan kelak, sekian tahun kemudian, di atas kanvas itu ada lukisan diri kita, yang terbentuk dari akumulasi semua yang kita lakukan. Apa dan siapa diri kita, adalah apa yang telah kita lukiskan di kanvas kehidupan tersebut.

Ada yang bilang juga, bahwa alam semesta ini bagaikan keping VCD. Sedangkan perbuatan kita, tidak lain adalah proses rekaman yang kita masukkan setiap hari, setiap saat. Kita berbicara, kita ’menyanyi’, kita berakting, bahkan kita berpikir, semuanya terekam dalam VCD kehidupan itu. Dan kelak, sekian tahun kemudian, kita akan menerima keping VCD kehidupan tesebut, sebagai hasil karya kita selama menjalani hidup di dunia ini.

Ya, alam semesta tidak pernah melewatkan peristiwa yang terjadi di dalamnya. Semuanya direkam dan disimpan sebagai memori kehidupan. Ada yang tersimpan di dalam otak. Ada yang terekam di dalam genetika. Ada pula yang tercatat dalam struktur alam semesta. Setiap perubahan, sekecil apa pun, akan menyebabkan ’bekas’ di sekitar kita. Dan bekas itu, bakal ’abadi’ selama ada langit dan bumi. Jika langit dan buminya lenyap, kelak saat terjadi Big Crunch alias Kiamat Besar, maka seluruh rekaman itu akan ikut musnah. Mirip kanvas atau VCD yang dibakar, sehingga segala goresan atau data yang ada di dalamnya ikut rusak.

Dalam bahasa al Qur’an, Allah menugasi ’dua malaikat’ untuk merekam segala perbuatan manusia. Mereka berada di sekitar kita, berlalu lalang di kanan-kiri, muka-belakang, berdinamika sambil mengabadikan sinyal energi yang terjadi dari setiap perbuatan kita. Dua malaikat itu kita kenal sebagai Raqib dan Atid. Sebagaimana diceritakan dalam ayat berikut ini.

QS. Qaaf (50): 17-18
Ketika merekam dua (malaikat) perekam, berdinamika di sebelah kanan dan di sebelah kiri. Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkan (oleh seseorang) kecuali di dekatnya ada pengawas (raqib) yang selalu hadir (atid).

Nama malaikat Raqib dan Atid itu memang ’dipinjam’ dari istilah dalam ayat tersebut, Raqibun atidun yang bermakna pengawas yang selalu hadir. Dalam ayat-ayat berikutnya, Allah menceritakan bahwa para pengawas itu akan mengikuti manusia sampai saat kematiannya, dan terus mengikutinya sampai kelak dibangkitkan. Lantas menunjukkan seluruh hasil rekaman hidup kita untuk dijadikan ’bukti pengadilan’.

QS. Qaaf (50): 19-23
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.

Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman (hari pengadilan).

Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan (malaikat) penggiring dan penyaksi.

Sesungguhnya kamu lalai tentang hal ini, maka Kami singkapkan tabir (yang menutupi) pandanganmu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.

Dan yang menyertainya berkata: "Inilah (rekaman) yang tersedia".

Sangatlah menarik, bahwa al Qur’an sudah memberikan sinyal tentang proses rekaman yang memang terjadi di alam semesta ini. Secara detil, mekanisme rekaman ini kita yakini akan terungkap lewat penelitian ilmiah. Tetapi secara global, itu mirip dengan rekaman digital-optikal yang dewasa ini menjadi teknologi paling mutakhir dalam proses rekam-merekam.

Dalam dunia digital, mekanisme rekaman yang terjadi di alam semesta itu mirip komposisi 0 dan 1, yang membekas dalam struktur energi alam. Kombinasi nol dan satu itulah yang membentuk kode-kode digital di alam semesta. Kadang saya membayangkan struktur energi alam semesta itu seperti sebuah ’jaring ikan’ yang sedang dibentang kencang. Setiap Anda memutuskan satu benang jaring, Anda akan mendapati jaring ikan itu berubah posisi, tidak simetris. Bukan hanya secara digital proses itu terjadi, melainkan juga secara optikal. Agaknya ini terkait dengan wujud malaikat sebagai makhluk cahaya, yang merekam seluruh perbuatan kita lewat komposisi optik.

Secara optikal, proses rekaman digital ini mirip dengan pembuatan keping VCD. Pabrik rekaman membuat ’bekas-bekas’ di permukaan keping VCD sehingga membentuk formasi digital tertentu, yang kemudian bisa dibaca ulang oleh ’mata optik’ digital sebuah perangkat multi media, saat kita ingin melihat dan mendengar hasil rekaman tersebut.

Karena keping VCD rekaman perbuatan kita itu berada di ruang alam semesta, maka kelak, hasil rekaman itu juga bakal diputar di ruang alam semesta. Ini mirip dengan film hologram yang bisa ditayangkan di dalam ruang tiga dimensi. Layarnya bukanlah dinding, melainkan ruang. Dengan kombinasi sorotan lampu dari sejumlah proyektor, maka di tengah-tengah ruangan tersebut bisa muncul gambar-gambar transparan yang tampak oleh penglihatan mata kita.

Di layar tiga dimensi yang berupa ruang itu, Allah akan menayangkan seluruh cerita kehidupan kita sejak lahir sampai meninggal. Itulah hasil karya para malaikat yang selalu mengikuti kita setiap saat. Pengawas yang selalu hadir. Tidak pernah tidak hadir. Berbuat baik direkamnya, berbuat jahat juga direkam. Berbuat sembunyi-sembunyi terekam alam, berbuat terang-terangan pun terekam alam. Pokoknya apa pun yang kita lakukan tidak ada yang tidak terekam. Dan pada saatnya kelak, kita akan menyaksikan sendiri seluruh rekaman kehidupan itu tanpa ada sensor sedikit pun..!

Kata ayat di atas, Allah akan menyingkapkan tabir pandangan yang selama ini membatasi kita. Tabir dimensi yang belum bisa kita tembus selama di dunia. Ketika tabir dimensi itu sudah dibuka oleh-Nya, maka penglihatan kita pun bakal menjadi sangat tajam. Bisa melihat segala sesuatu yang sekarang tidak terlihat, dengan izin-Nya. Setiap kita bakal menyaksikan tayangan ’film hologram’ yang diputar secara riil di hadapan kita.

Allah bentangkan ’layarnya’, Dia hidupkan ’proyektornya’, dan Bumi pun menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya. Maka setiap diri bakal menyaksikan perbuatannya sendiri sambil disaksikan oleh para nabi dan semua makhluk penyaksi. Allah tinggal memberikan keputusan berdasar apa yang kita lakukan sendiri selama hidup di dunia ini..!

QS. Az Zumar (39): 69
Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya Tuhannya; dan ditunjukkanlah hasil rekaman (kehidupannya di dunia) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi serta diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka sama sekali tidak akan dirugikan.


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

Kamis, 03 Maret 2011

PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT (3)

by : Agus mustofa


~ MEMENTINGKAN AKHIRAT TIDAK AKAN KEHILANGAN DUNIA ~

’Kebetulan’ hari ini saya membaca tulisan opini di koran Jawa Pos, yang membahas tentang ’penting mana dunia dan akhirat’. Tulisan berjudul ’Amal Dunia dan Amal Ukhrawi’ itu ditulis oleh Salahudin Wahid, salah seorang pemikir Islam yang kebetulan adik Gus Dur. Ia mencoba mengritisi tulisan sebelumnya di koran yang sama, yang diwacanakan oleh budayawan nasional yang sekaligus pemikir Islam lainya, Gus Mus.

Beberapa hari yang lalu, Gus Mus menulis wacana, yang intinya kurang lebih mengatakan adanya penyimpangan mindset dalam diri bangsa ini. Kenapa korupsi merajalela dimana-mana, kenapa perselingkuhan menjadi hal yang biasa, kenapa rebutan kekuasaan menjadi berita sehari-hari, dan kenapa berbagai tindak kejahatan semakin hari semakin lazim terjadi? Gus Mus berpendapat: karena sebagian besar kita salah menata mindset alias cara berpikir. Kita tidak lagi memandang akhirat sebagai tujuan hidup utama, melainkan terjebak dengan mematok ’kesenangan’ dunia belaka.

Lantas, Salahudin Wahid memberikan tanggapan dengan cara yang berbeda. Meskipun, menurut saya tidak frontal berseberangan. Bahwa, semua kejahatan itu terjadi, karena kebanyakan kita terjebak pada godaan 3 Ta ~ harTa, tahTa dan waniTa. Sehingga muncul berbagai kejahatan yang merusak. Karena itu, negara dan bangsa ini harus memiliki sistem manajemen kemasyarakatan yang kuat untuk mengendalikan euforia keduniawiaan. Diantaranya, penegakan hukum yang bersih dan berwibawa. Tapi sayangnya, katanya, para penegak hukum sendiri pun ternyata terjebak pada 3 Ta, sehingga karut marutlah yang terjadi di sekitar kita... :(

Saya tidak ingin membahas lebih lanjut wacana kedua tokoh pemikir Islam itu disini. Saya cuma ingin menunjukkan adanya ’kebetulan’, bahwa ternyata ada kesamaan ’keprihatinan’ yang muncul dalam benak kita. Sebuah keprihatinan yang juga disuarakan oleh al Qur’an. Bahwa, kebanyakan manusia terjebak ke dalam euforia kesenangan dunia, ketika mindset tidak ditata secara benar dalam menyikapinya.

QS. Al An’aam (6): 70
... mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Ingatkanlah (mereka) dengan Al Qur'an agar masing-masing diri tidak terjerumus ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri...

Kalau Anda membaca al Qur’an lebih jauh, Anda akan mendapati begitu banyaknya ayat-ayat yang menyuarakan keprihatinan seperti ini, dan kemudian mengingatkan kita. Sebuah ’kekhawatiran’ yang sebenarnya tidak berlebih-lebihan, karena sudah demikian banyak bukti yang terjadi. Lupa akhirat, karena disibukkan oleh urusan dunia. Dan akhirnya lupa diri, tiba-tiba kematian sudah di depan mata.

QS. At Takatsur (102): 1-2
Bermegah-megahan (dengan dunia) telah melalaikan kamu, sampai kamu (menjelang) masuk kubur...

Kalau kita mau jernih memandang persoalan ini, sebenarnya apa yang diajarkan oleh al Qur’an sangatlah logis dan rasional. Allah sama sekali tidak menyuruh kita mengejar akhirat dengan cara meninggalkan dunia. Oh, bukan begitu kan ajarannya? Yang diajarkan Allah kepada kita cuma: ’’carilah kebahagiaan AKHIRAT, dan jangan LUPAKAN dunia..!’’

QS. Al Qashash (28): 77
Dan carilah pada segala anugerah yang telah diberikan Allah kepadamu (orientasi) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan duniamu dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu...

Inilah visi menejemen kehidupan yang sempurna..! Menempatkan akhirat secara proporsional sebagai tujuan, dan menjadikan dunia secara proporsional sebagai ’jalan’. Dari segi urutan waktu, akhirat memang berada setelah dunia. Karena itu, ia layak dijadikan TUJUAN. Sedangkan dunia hanyalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan. Karena itu, jangan sampai terjebak di jalanan, bisa-bisa tidak sampai ke tujuan. Lha wong, dari Surabaya mau ke Jakarta, kok leyeh-leyeh di Semarang terlalu lama. Tentu saja, sampai waktunya habis, ia tidak akan sampai di Jakarta... :(

Sebagian kawan begitu khawatirnya kehilangan dunia. Sehingga ketika ditanya: penting mana dunia dan akhirat? Ragu-ragu untuk menjawab: Akhirat. Sebagian lagi, juga ragu-ragu, karena khawatir kalau menjawab ’akhirat’, jangan-jangan akan membuatnya ’lupa dunia’. Padahal itu tidak mungkin.

Kita tidak akan kehilangan dunia, gara-gara menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup. Lha wong untuk memeroleh kebahagiaan akhirat itu kita harus memeroleh dunia dulu. Dunia adalah modal untuk menggapai akhirat. Tapi tidak selalu bersifat material. Karena itu perhatikanlah ayat di atas, bahwa untuk mencari kebahagiaan akhirat kita justru harus memanfaatkan segala anugerah Allah di dunia ini: ’’Dan carilah pada segala anugerah yang telah diberikan Allah kepadamu (orientasi) negeri akhirat...’’

Kita dianugerahi rezeki, maka dengan rezeki itulah kita mencari kebahagiaan akhirat, banyak-banyak beramal jariyah. Kita dianugerahi ilmu, maka dengan ilmu itulah kita mencari orientasi akhirat dengan menebarkan manfaat. Kita dianugerahi kekuasaan, maka dengan kekuasaan itu pula kita mencari nilai-nilai yang mengantarkan hidup kita jadi berkualitas akhirat. Segala anugerah itu memang terkait dengan kerja keras kita, tetapi jangan sampai terjebak pada orientasi dunia yang bersifat jangka pendek belaka.

Orang-orang yang bekerja keras sambil mengorientasikan hidupnya untuk negeri Akhirat, akan dimuliakan Allah di dunia dengan banyak anugerah. Dia banyak menolong orang lain dengan rezekinya, maka Allah akan menambahkan barokah pada rezekinya. Dia banyak memintarkan orang lain dengan ilmunya, maka Allah akan menambahkan limpahan ilmu kepadanya. Dia banyak memberikan kemaslahatan dengan kekuasaannya, maka Allah akan menjadikan ’kerajaan’ yang besar dan mulia kepadanya di dunia dan di akhirat..!

Sebaliknya, kalau mindset kita sudah mengatakan ’penting dunia’, maka segala kerja keras kita akan menghabiskan energi hanya untuk mencari kesenangan dunia sebanyak-banyaknya. Sampai tiba-tiba kita menjadi lupa orientasi akhirat. Contohnya sudah bejibun banyaknya. Bahkan dalam skala tertentu, juga sudah terjadi pada diri kita..!

Cobalah bertanya kepada diri sendiri: berapa banyak energi yang Anda keluarkan setiap hari untuk berusaha menggapai akhirat? Sebutlah jumlah waktu saja. Misalnya, dalam 24 jam sehari semalam, berapa jamkah Anda mengalokasikan waktu Anda untuk akhirat?

Tidur yang sekitar 8 jam itu, apakah sudah berorientasi akhirat? Bekerja mencari rezeki, yang minimal sekitar 8 jam itu, apakah juga sudah berorientasi akhirat? Makan, yang kadang-kadang juga berjam-jam sambil wisata kuliner itu, apakah sudah berorientasi akhirat? Berumah tangga, bermasyarakat, berpolitik, belajar dan mengajar, dan apa saja yang kita lakukan, apakah sudah berorientasi akhirat?

Jangan-jangan 24 jam waktu kita, tenyata baru berorientasi dunia. Lupa akhirat. Tidurnya, ingin bernikmat-nikmat sampai lupa segala. Bekerjanya karena ingin menumpuk harta benda, seakan-akan itu akan memberikan kebahagiaan yang tiada batasnya. Berumah tangganya, hanya karena orientasi fisikal belaka, belajar mengajarnya hanya untuk berbangga-bangga, dan semua aktifitasnya berorientasi jangka pendek semua. Oh, betapa sayangnya..!

Padahal dengan aktifitas yang sama, kita bisa memeroleh nilai akhirat tanpa harus kehilangan nikmatnya dunia. Tidur, kita niatkan sebagai ibadah agar badan kita istirahat secukupnya, sehingga setelahnya bisa beraktifitas kembali untuk memberikan manfaat. Makan, kita niatkan ibadah agar tubuh memperoleh gizi secukupnya dan kuat bekerja, bukan untuk hura-hura sampai lupa segala. Bekerja, kita niatkan ibadah untuk memperoleh rezeki bagi keluarga dan siapa saja yang menjadi tanggungan kita. Bertemu sahabat kita niatkan ibadah, berdiskusi, belajar dan mengajar, berpolitik, berbudaya, dan apa saja aktifitas kita dalam hidup ini kita niatkan sebagai ibadah untuk mencari jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Yang ada dalam benak kita bukanlah dunia, melainkan AKHIRAT, akhirat, dan akhirat..!

Jika tidak, maka kata Allah, jangan menyesal kalau tiba-tiba usia kita sudah habis. Dan tidak menemukan apa-apa di dunia ini meskipun sudah behasil mengumpulkan segala fasilitasnya. Celakanya, kita lantas masuk liang kubur meninggalkan semuanya. Dan di fase kehidupan berikutnya, kita tidak memiliki ’tabungan akhirat’, yang layak kita jadikan bekal dalam kehidupan yang sepenuhnya masih belum kita mengerti.

Persis penyesalan orang yang diceritakan oleh ayat berikut ini. Yakni, ketika dia meminta kepada Allah untuk dikembalikan ke dunia, setelah dia berada di alam barzakh..! Sebuah penyesalan yang terlambat datang, karena ia tidak mungkin hidup kembali untuk memperbaiki kesalahannya.

QS. Mukminuun (23): 99-100
(Demikianlah keadaannya), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku beramal kebajikan terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak (bisa). Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.

Dan lebih celaka lagi, ketika kelak datang hari pengadilan. Allah ’melupakan’ mereka, dikarenakan dia juga melupakan Allah selama aktifitasnya di dunia. Hidupnya bukan diorientasikan kepada kehidupan akhirat, melainkan terjebak pada euforia dunia yang semu dan menipu. Bukan karena Allah tidak sayang kepada kita, tetapi justru kitalah yang tidak sayang kepada diri sendiri..!

QS. Al A’raaf (7): 51
... kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (karena) mereka tidak mengikuti (petunjuk) ayat-ayat Kami...


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT (2)

  by : Agus Mustofa

                 ~ KITA SUDAH BERADA DI DALAM AKHIRAT ~


Dimanakah kita sekarang berada? Di dunia ataukah di akhirat? Tentu saja di DUNIA. Lantas, dimanakah akhirat? Alam akhirat sudah MELIPUTI dunia ini. Hahh, berarti dunia ini di dalam akhirat? Begitulah agaknya..!

Akhirat dan dunia memang telah diciptakan Allah satu paket, secara bersamaan. Ada tujuh lapisan langit yang diciptakan Allah. Langit paling rendah adalah DUNIA, sedangkan langit paling tinggi adalah AKHIRAT. Semuanya sekarang sudah ada, dengan struktur: langit yang lebih rendah diliputi oleh langit yang lebih tinggi. Bagaimana ceritanya, kok bisa muncul kesimpulan demikian? Marilah kita pahami beberapa alasan berikut ini:

1. Allah menyebutkan di dalam al Qur’an bahwa langit diciptakan bertingkat dan berlapis-lapis sejak semula.
QS. Al Mulk (67): 3
Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang...

2. Langit adalah ruang angkasa yang ada ’diatas’ Bumi. Karena planet Bumi berbentuk bola, maka langit yang ada ’diatasnya’ pun jadi berbentuk bola. Yakni, seluruh ruang alam semesta yang meliputi bumi. Sehingga kalau ada tujuh langit bertingkat, berarti secara sederhana kita bisa membayangkan struktur langit itu mirip sebuah bola di dalam bola yang lebih besar di dalam bola yang lebih besar lagi sampai tujuh kali. Memang, ini hanya sebuah simplifikasi alias penyederhanaan saja dari struktur langit. Pembahasan lebih detil, secara teori dimensi, bisa Anda baca di dalam buku serial ke-3: ’Terpesona di Sidratul Muntaha’.
3. Langit dunia, kata al Qur’an, adalah seluruh ruangan yang berisi bintang-bintang. Dengan kata lain, sejauh ruangan angkasa itu masih terisi bintang, maka ia masih disebut sebagai langit dunia. Selebihnya, lapisan-lapisan langit yang lebih tinggi sudah tidak berisi benda-benda angkasa sebagaimana yang kita pahami dengan mata awam ini. Sudah berbeda dimensi.
QS. Ash Shaaffaat (37): 6
Sesungguhnya Kami telah menghias langit dunia dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.

4. Setiap lapisan langit memiliki dimensi yang berbeda. Semakin keatas, semakin tinggi dimensinya. Dan dari setiap langit yang dimensinya berbeda itu, isi alam semesta akan kelihatan berbeda. Hal itu diceritakan Allah di dalam al Qur’an, bahwa karena langit ini berlapis tujuh, maka bumi yang kita tempati ini pun menjadi seperti ada tujuh ’penampakan’. Bukan planet buminya yang berjumlah tujuh, melainkan  sudut pandangnya yang tujuh.
Bumi dilihat dari langit pertama berbeda dengan dilihat dari langit kedua. Berbeda pula dilihat dari langit ketiga, dan seterusnya. Sampai langit ketujuh. Karena itu, dalam ayat berikut ini, meskipun Allah menggunakan kata jamak untuk langit ~ samawati ~ tetapi tetap menggunakan kata tunggal untuk bumi, ardhi. Ini menunjukkan bahwa jumlah Bumi di alam semesta ini memang hanya satu. Sekaligus, ini mematahkan pendapat tentang keberadaan bumi lain selain yang kita tempati.

QS. Ath Thalaaq (65): 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit (samawati) dan seperti itu pula bumi (ardhi). Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.

5. Alam akhirat ternyata sudah ada, yakni di puncak langit yang dinamakan Sidratul Muntaha. Itulah lapisan langit yang tertinggi, yang ketujuh. Rasulullah sudah sampai disana, dan melihat surga sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut ini.
QS. An Najm (53): 14-15
Di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal...

Di ayat lain, Allah juga menceritakan bahwa besarnya surga adalah seluas langit dan bumi. Langit dan bumi yang mana? Tentu saja yang tujuh lapis, karena alam akhirat memang terletak di langit yang tertinggi yang meliputi seluruh langit lainnya. Sehingga, dalam ayat berikut ini Allah menggunakan istilah samawatu (jamak) bukan sama’u (tunggal) dalam menyebut langit.

QS. Ali Imran (3): 133
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit (samawatu) dan bumi (ardhu) yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.

6. Maka, secara umum bisa disimpulkan bahwa langit berlapis tujuh itu terdiri dari langit dunia di bagian yang paling kecil, dan langit akhirat di bagian yang paling besar. Dengan kata lain, ’dunia’ ini berada di dalam ’akhirat’. Alias, dunia ini adalah ’bagian’ dari akhirat. Alam semesta sebenarnya adalah satu paket, terdiri dari dunia s/d akhirat, dalam bentuk alam paralel yang berjenjang semakin luas.
7. Jadi, secara ruangan, alam akhirat sudah ada bersamaan dengan alam dunia. Akan tetapi secara waktu, akhirat baru ditampakkan kelak saat alam semesta mengalami kiamat pertama. Atau yang kita kenal sebagai kiamat sughra, kiamat kecil. Yakni seiring dengan mengerutnya alam semesta.
QS. Qaaf (50): 22
... maka Kami singkapkan darimu tabir (yang menutupi) pandanganmu, maka penglihatanmu pada hari itu (kiamat) amatlah tajam.

QS. Ath Taariq (86): 9
Pada hari ditampakkan segala rahasia

QS. Az Zumar (39): 69
Dan terang benderanglah bumi dengan cahaya Tuhannya; dan diberikanlah buku (catatan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.

8. Ada yang mempertanyakan: kenapa saya berpendapat alam semesta bakal mengerut dan hancur di tempat penciptaannya semula? Padahal ada kemungkinan lain, misalnya alam semesta ini mengembang terus sehingga mendingin dan lenyap atau musnah karenanya.
Jika kita mengkaji teori Big Bang, maka akan kita dapati bahwa alam semesta ini terbentuk dari lontaran material dan energi dari pusat alam semesta, sekitar 14 miliar tahun yang lalu. Untuk memahami perilaku benda langit yang terlontar dalam ledakan besar itu, kita bisa menganalogikan dengan batu yang dilemparkan ke angkasa. Jika Anda melempar sebuah batu ke angkasa, akan ada tiga kemungkinan yang bakal terjadi pada batu itu.

Yang pertama, jika tenaga lemparannya sangat kuat sehingga mengalahkan gaya gravitasi bumi, batu tersebut bakal lepas dari bumi dan lenyap ke luar angkasa. Yang kedua, jika kekuatan lemparannya seimbang dengan gaya gravitasi bumi, maka batu tersebut akan berhenti di suatu ketinggian di angkasa sana. Tidak lenyap ke langit, dan tidak jatuh ke bumi. Yang ketiga, jika gaya lempar batu itu lebih kecil dibandingkan dengan gravitasi bumi. Maka, batu yang dilemparkan ke angkasa itu akan melambat, kemudian berhenti di angkasa, lantas bergerak jatuh lagi ke permukaan bumi.

Nah, saya memang memilih kemungkinan yang ketiga. Kenapa? Ada dua alasannya. Yang pertama, secara ilmiah kini semakin banyak ditemukan dark matter di kedalaman alam semesta. Diketemukannya materi gelap ini, akan membawa konsekuensi semakin besarnya ’bobot materi’ yang ada di pusat alam semesta. Yang suatu ketika, bakal menunjukkan fakta bahwa jumlah materi alam semesta itu ternyata menghasilkan gaya gravitasi yang sedikit lebih besar dari gaya ledakan saat pertama kali.

Ibarat sebuah balon udara yang sedang ditiup, maka kekuatan mengembang alam semesta ini suatu saat akan berhenti, dan kemudian kempis lagi. Atau dalam analogi batu yang terlempar diatas, bebatuan yang terlontar ke segala penjuru alam semesta itu akan melambat, berhenti, dan kemudian jatuh lagi ke pusat alam semesta.

Alasan yang kedua, saya dapatkan dari dalam al Qur’an. Ternyata Allah mengatakan bahwa langit yang sedang mengembang ini tidak akan lenyap tanpa batas, melainkan bakal mengerut kembali. Digulung seperti lembaran-lembaran kertas, kembali ke posisi semula dimana ia pernah digelar saat penciptaan.

QS. Faathir (35): 41
Sesungguhnya Allah menahan langit (samawati) dan bumi supaya tidak lenyap; dan sungguh jika keduanya lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

QS. Al Anbiyaa’ (21): 104
(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama kali, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.

9. Kalau begitu, apakah alam semesta tidak bertambah sempit karenanya? Sehingga surga dan neraka pun menjadi sempit pula? Memang iya, tetapi penyempitan alam semesta dimana surga dan neraka ada di dalamnya itu tidak akan terasa, dikarenakan proses transient saat keruntuhannya, sebagaimana pula saat penciptaannya.
Ada baiknya kita melihat analogi berikut ini. Ada dua batang besi magnet yang secara perlahan-lahan didekatkan pada kutub-kutub yang tidak senama, sehingga muncul gaya tarik menarik. Maka, secara perlahan-lahan kedua besi tersebut akan mendekat karena gaya tarik yang relatif masih linear. Tetapi, pada jarak tertentu yang sudah cukup dekat, kedua batang besi magnet itu tiba-tiba melekat dengan kecepatan berlipat kali, sehingga mengagetkan kita sendiri: blaakk..! Inilah yang disebut sebagai transient.

Saat pertama kali alam diciptakan oleh Allah, ledakannya akan terjadi secara transient, yakni mengembang dengan cepat akibat gaya lontar yang luar biasa besarnya. Itu terjadi hanya dalam orde detik atau menit saja. Setelah itu, alam semesta akan mengembang relatif lebih linear dan ’perlahan-lahan’. Sehingga bermiliar-miliar tahun pun rasanya alam semesta ini ya begini-gini saja. Seperti tidak ada perubahan.

Sebaliknya, pada saat mengerut kelak, alam semesta juga akan mengecil secara ’relatif linear’ dalam jangka waktu yang sangat lama, milyaran tahun. Dan bakal mengalami transient saat kehancurannya. Hanya dalam orde detik atau menit saja: runtuh dan lenyap dengan cepat..! Mirip dengan dua batang magnet yang melekat secara cepat ketika dalam posisi dekat. Itulah saat berakhirnya alam semesta menuju pada ketiadaan.

Maka, apakah kesimpulan yang bisa kita peroleh dari paparan yang serba singkat ini? Saya cuma ingin mengatakan, bahwa kehidupan kita di dunia ini sebenarnya sudah sekaligus berada di akhirat..!

Dengan demikian, seluruh perbuatan kita yang bersifat ’duniawi’, sesungguhnya pula sudah bersifat ukhrawi alias keakhiratan. Setiap amalan yang kita kerjakan, telah berdampak secara paralel, di alam dunia dan alam akhirat. Berbuat baik, tercatat di dunia dan akhirat. Berbuat jahat, juga berdampak langsung pada dunia dan akhirat.

Bedanya, yang dunia akan menghasilkan balasan sekarang di dunia. Sedangkan yang akhirat menghasilkan balasan tertunda setelah hari kiamat. Karena itu berhati-hatilah...!

QS. Al Baqarah (2): 281
Dan peliharalah dirimu dari hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dirugikan.


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~

PENTING MANA DUNIA ataukah AKHIRAT (1)

 by: Agus Mustofa

                   ~ PILIHAN YANG ’MASIH’ MEMBINGUNGKAN ~


Ketika dipertanyakan: lebih penting mana DUNIA ataukah AKHIRAT? Jawaban yang muncul ternyata sangat beragam. Ada yang menjawab penting dunia. Ada yang memilih akhirat. Ada yang menyebut dunia dan akhirat. Ada yang mengatakan tidak penting dua-duanya. Atau, ada pula yang tidak berani menjawab, karena (masih) bingung.

Masalah klasik ini menjadi perlu kita angkat kembali, karena ternyata masih banyak yang rancu tentang ’kepentingannya’ dalam peta kehidupan. Meskipun, sebenarnya di dalam al Qur’an cukup gamblang pemetaannya. Kerancuan seringkali muncul disebabkan oleh pemahaman ayat yang kurang holistik.

Yakni, mendasarkan kepahaman hanya pada beberapa ayat. Padahal jumlah ayat tentang akhirat ini ada ratusan. Dalam buku serial ke-2: ’Ternyata Akhirat Tidak Kekal’ saja, saya mengutip tidak kurang dari 200 ayat. Itu pun masih banyak ayat yang tidak saya kutip dikarenakan isi dan redaksinya mirip.

Al Qur’an menempatkan akhirat demikian penting, sehingga jumlah ayat yang bercerita tentangnya berjumlah ratusan. Dan diulang-ulang dengan redaksi yang berbeda-beda terkait dengan obyek yang sedang dibahas. Kadang, akhirat dibahas terkait dengan kehidupan rumah tangga. Di waktu lain, akhirat dikaitkan dengan bisnis. Di ayat lainnya, akhirat dengan kekuasaan. Lainnya lagi, dihubungkan dengan akhlak, ibadah, peperangan, dan berbagai masalah kemasyarakatan sehari-hari.

Di berbagai ayat itu, Allah selalu menempatkan Akhirat sebagai tujuan dari berbagai aktivitas keduniawiaan kita, tanpa memisahkan keduanya. Kehidupan dunia ditempatkan sebagai awal proses, sedangkan kehidupan akhirat ditempatkan di akhir proses. Lantas, Allah memberi penegasan bahwa ’akhir’ adalah lebih baik dari pada ’awal’.

QS. Ad Dhuha (93): 4
dan sesungguhnya akhir (akhirat) itu lebih baik bagimu daripada permulaan (dunia).

Dalam berbagai ayat itu pula, Allah mengajari kita untuk ’menyadari’ bahwa hidup tidak berakhir di dunia. Karena, sebenarnya ’kematian’ bukanlah akhir dari segala-galanya, melainkan cuma ’rusaknya badan’. Sedangkan jiwa kita masih hidup. Dan kelak, akan dibangkitkan kembali seiring dengan kembalinya jiwa ke dalam badan di hari kebangkitan, untuk memasuki hari-hari akhirat.

Kesadaran akan pentingnya akhirat ini diulang-ulang dalam banyak ayat, sekaligus diberikan perbandingkan tentang ’kurang pentingnya’ kehidupan dunia. Sehingga, dalam sejumlah ayat Allah menyebut kehidupan dunia adalah kehidupan yang menipu. Yang sebentar. Yang remeh temeh, dan main-main belaka. Baru ’awal’ dari sebuah perjalanan hidup yang sangat panjang, yang sangat misterius dan belum banyak kita ketahui.

QS. Al An’aam (6): 32
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?

QS. Al Ankabuut (29): 64
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, kalau mereka mengetahui.

Allah memberikan stressing tentang pentingnya akhirat, agar kita memperhatikannya. Karena, ternyata banyak yang tertipu alias terjebak oleh gemerlap dunia. Justru disinilah memang ’permainannya’. Ini adalah sebuah game melintasi ’labirin’ yang bisa menjebak kita untuk tidak menemukan pintu keluar di akhir rute yang harus kita tempuh.

Kenapa al Qur’an menyebut kehidupan dunia dengan sebutan ’remeh temeh’ seperti itu? Apakah memang tidak penting? Oh, tentu saja penting. Tetapi, agaknya kalah penting dengan akhirat. Karena ternyata, kehidupan dunia ini memang benar-benar remeh dan lucu. Isi kehidupan kita benar-benar cuma permainan, bermegah-megahan, berbangga-banggaan tentang harta dan anak. Setelah itu, kita menua dimakan usia, dan mati..! Kecuali orang-orang yang 'mengerti'.

Ini benar-benar kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Mulai pagi hari sampai tidur kembali di malam hari, kita cuma bermain-main saja. Bermain-main di rumah, di tempat kerja, di jalanan, di warung-warung makan, di rumah kawan-kawan, dan dimana pun kita beraktifitas. Dan lucunya, setiap kita bertemu dengan kawan, yang kita omongkan kurang lebih begini:

’’Hei, apa kabar? Kerja dimana kamu sekarang? Wah, tambah sukses ya? Mobilmu baru ganti ya? Eh, dengar-dengar rumahmu baru pindah di kawasan elit? O ya, sudah berapa anakmu? Sudah mau punya cucu ya..?!

Dan seterusnya. Dan sebagainya. Ternyata, hidup kita isinya cuma gitu-gitu aja. Persis seperti digambarkan Allah dalam ayat berikut ini.

QS. Al Hadiid (57): 20
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya HARTA dan ANAK, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (kelak) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.

Oh, berpuluh tahun kita bekerja ’membanting tulang’ dan membina rumah tangga sampai beranak cucu, tujuannya ternyata hanya untuk berbangga-bangga tentang itu semua. Dan, celakanya, tak berapa lama kemudian kita ’mati’ meninggalkan semuanya. Lantas memasuki ’kehidupan baru’ yang kita sama sekali tidak mengerti tentangnya. Sendirian pula..!

Oh, jangan..! Jangan sampai tertipu, wahai sahabatku. Hidup tidak berhenti dengan kematian. Melainkan berlanjut sampai berakhirnya alam semesta. Tidakkah engkau ingin mempersiapkan segala sesuatunya? Dunia ini kita jalani hanya puluhan tahun, sementara kehidupan sesudahnya akan kita alami milyaran tahun.

Sekarang saja, usia alam semesta sudah hampir 14 milyar tahun. Kalau ternyata benar, alam semesta bakal mengerut 1 milyar tahun lagi, maka proses mengerut alam semesta ini akan memakan waktu 15 milyar tahun. Kurang lebih sama dengan waktu mengembangnya. Dan, kelak akan lenyap kembali, sebagaimana proses kemunculannya: dari ’tiada’ bakal kembali kepada ’tiada’. Artinya, kehidupan akhirat bakal berlangsung belasan milyar tahun, seumur alam semesta yang sedang mengerut.

Maka, penting manakah Dunia dan Akhirat? Ah, jawabannya sih terserah Anda saja. Tetapi, kalau Anda membaca ayat berikut ini, ternyata Allah mengajari kita untuk lebih mementingkan akhirat. Yang harus kita cari dan dijadikan ’tujuan’ dalam hidup ini adalah kebahagiaan AKHIRAT. Sedangkan kebahagiaan DUNIA, ternyata grade-nya hanya sekedar JANGAN DILUPAKAN..!

QS. Al Qashash (28): 77
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu di dunia...


Wallahu a’lam bishshawab
~ salam ~